Mengenal Nama Asli Ustadz Felix Siauw



(c) Facebook Page/UstadzFelixSiauw

Banyak orang yang sudah tahu dai kondang bernama Ustadz Felix Siauw, namun bisa jadi masih banyak yang tidak tahu nama asli beliau.

Di dalam facebook pribadinya, ustadz Felix Siauw menamakan diri sebagai Felix Yanwar, namun di laman resminya adalah Ustadz Felix Siauw, sedangnkan instagram, twitter dan youtube hanya mengenakan nama Felix Siauw saja tanpa embel-embel ustadz.


Embel-embel ustadz yang di tulis di facebook juga itu karena laman tersebut dibuatkan oleh temannya yang sudah terlanjur ditulis dengan nama depan ustadz. kata ustadz Felix dalam keterangannya.

Nama aslinya Siauw Chen Kwok. Itu pemberian orang tuanya. Wajahnya tampak sumringah. Enteng senyum. Bersih dan memang enak dipandang. Meski dari kelurga kaya, tapi tetap sederhana. Apa adanya. Gurat kebandelan memang ada. Tapi sirna oleh kebaikannya saat ini.

Dengan latar berkecukupan semasa SMA, Felix suka pamer barang pemberian orang tuanya. Dia hidup layaknya anak muda kota besar lainnya. Ada motor dan mobil mewah. Pendeknya penuh gaya. Terkadang nakal standar.

Kuliah di institusi bergengsi, IPB. Ini indikasi kecerdasan. Betapa perlu menyisihkan 100 orang lainnya untuk mendapatkan satu kursi di perguruan tinggi negeri prestisius Indonesia. Bukan dengan sikut, tapi dengan kemampuan potensi akademik. Dan dia bisa.

Selepas IPB, Felix muda mulai mengejutkan dunia pencinta ilmu. Iya..., majelis ilmu. Lucu, sarjana IPB tapi ngajari ilmu agama. Itu hanya soal pilihan. Ini perubahan drastis bagi hidupnya. Hanya dia yang bisa merasakan.

Lingkungan mahasiswa menjadi titik awal dia kenal dengan Islam. Dia menekuni, dia kagum, dia terpanggil. Dan akhirnya bersaksi (syahadat). Dia menjadi muallaf. Menundukkan hati pada ketentuan.

Batin Felix mulai tersiram oleh rintik-rintik hidayah. Sejuk dan nyaman. Memupus seluruh keangkuhan yang pernah diperagakan. Dia bukan lagi Felix ketika SMA. Dia menjadi sosok idola. Paling tidak di kalangan usrah, kala itu.

Orang tuanya bingung dengan anaknya. Dulu bandel sekarang kalem, lembut dan santun. Apa gerangan...? Ah, dunia mahasiswa, mengikis sifat-sifat masa lalunya.

Mereka bangga putra kesayangannya sudah menjadi anak baik. Nggak neko-neko seperti dulu. Sangat penurut.

Meski mulanya keberatan, kedua orang tuanya akhirnya pasrah. Itu pilihan. Anaknya bukan lagi anak kemarin sore. Dia lebih tahu pilihannya sendiri. Tiap orang punya pilihan masing-masing. Dia, Felix, telah menentukan pilihannya.

Hari ini dia menjadi inspirasi. Nggak nyana ilmu agamanya juga tinggi. Keberuntungannya karena dia aslinya cerdas.

Mudah mencerna, mudah belajar. Ngomong berisi, selalu ada dasar dan data. Ini ciri intelektualitas. Bukan menebar karangan sesukanya. Asal njeblak. Yang penting nekad. Berani malu. Itu bukan dia banget.

Felix bukan ustadz sinetron. Dia menguasai agama untuk dakwah. Bukan lain-lain. Apalagi untuk cari uang dan popularitas. Kedua orang tuanya mendukung penuh putranya. Fasilitas dilengkapi. Mobil bergengsi dan dukungan lainnya pun cukup.

Felix bermain lepas. Ibarat pemain bola ia selalu tampil lugas. Dakwah karena kewajiban. Ada bonus pahala bila tulus. Sesekali dia menyelia perusahaan. Itu bagian dari sejarah keluarga besarnya.

Kebusukan sering mengusik langkahnya. Tapi dia tenang. Tidak ada reaksi. Niat saja sudah bonus. Apalagi mengerjakannya. Simpati terus mengalir padanya.

Akun medsos miliknya banjir follower. Jumlahnya fantastis. Tapi dia tak mengaku-aku sebagai penggiat sosial. Bukan itu yang substansi. Rasanya ingin berterima kasih kepada sekelompok orang yang sering mengusirnya.

Nabi pun pernah merasakan perbuatan keji manusia dengki. Jauh lebih berat ketimbang yang dihadapinya. Makanya dia tenang. Karena dia bukan sapa-siapa. Ulama bukan; Nabi juga apalagi. Jauh....

ILC edisi Reuni 212 jadi ajang orang menyaksikan kapasitasnya. Bukan keinginan Felix, dia hanya diundang.

Kebanyakan bersimpulan sama: dia berkualitas. Beda dengan yang ecek-ecek.

Ada yang suka nulis di medsos, sulit bernafas waktu bicara di tv. Itu grogi. Tak memenuhi hasrat. Bukan kelasnya. Bukan habitatnya. Beda kasta. Pak Karni keliru mengundangnya. Dia terkecoh.

Tak puas di tv, muncul klaim soal "kebenaran" di twitter, bukan oleh nitizen, dan bukan jumlah follower. Ukuran kebenaran sumir baginya. Banyak nitizen yang terkekeh-kekeh. Jika satu ngaku nulis paling benar; yang lainnya pastilah gudang kesalahan. Begitukah...?

Mudah-mudahan tempat kuliahnya dulu prestisius. Tambah IPK moncreng. Jika tidak, kurangi ngarang. Banyakin belajar. Belajar komunikasi agar lancar tanpa ngos-ngosan. Kasian, orang muda bicara dengan nafas tersengal-sengal. Di teve lagi. Disaksikan orang banyak.

Beruntung bagi yang pernah melihat Felix berceramah secara langsung. Setiap ucapannya berisi. Ungkapan dan tamsil juga ilustratif, gamblang. Pakai bahasa sederhana. Jadi gampang diterima. Tidak ada karang mengarang. Semua pakai dalil.

Itulah Felix... Dia ibarat fajar. Terbit dan berharap akan terus menyinari. Dia Indonesia, dia NKRI. Bahasanya yang mengalir, pertanda, itulah bahasa ibunya sehari-hari. Tanpa celat. Bebas dari kata-kata tak sedap. Karena dia manusia berbudaya. Karena dia benar-benar Indonesia. (sumber)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel